Selasa, 05 Mei 2009




Kenapa Wanita Harus Menutup Rapat Auratnya?



Kenapa seorang wanita harus menutup rapat auratnya? Kenapa Allah SWT mewajibkan kaum hawa mengenakan busana muslimah? Apa benar seperti yang disebutkan dalam Al Qur’an dengan mengenakan busana muslimah seorang wanita lebih terjaga dari gangguan? Seperti gangguan pelecehan sexual dan godaan maksiat? Inilah pertanyaan yang sering terlontar di benak kita seputar disyariatkannya kewajiban menutup aurat dalam Islam.
Saya mencoba mencari jawaban pertanyaan diatas dengan dua dalil berikut: dalil Naqli (Alqur’an & Sunnah) dan dalil Aqli (logika). Namun sebelumnya kita fahami dulu apa yang dimaksud busana muslimah.
Busana muslimah adalah busana yang menutupi seluruh tubuh wanita kecuali muka dan telapak tangan. Dengan syarat tidak menerawang dan tidak ketat membentuk tubuh. Al Qur’an menyebutnya jilbab. Para ulama sering juga mengistilahkannya dengan kata Hijab (pemisah). Tidak ada ketentuan khusus tentang model, bentuk, dan warna busana muslimah ini. Bisa berbentuk gamis, tunik, kerudung, stelan rok, rukuh, atau hanya sekedar lilitan sarung sesuai selera warna. Asal dia memenuhi syarat longgar menutup aurat dan tidak menerawang bisa disebut jilbab. Pengertian ini merujuk pada dalil Al Qur’an dan hadist yang sekaligus menjadi dalil pertama tulisan saya ini. Yakni dalil Naqli, sebagai berikut :
“Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang biasa nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung di dadanya dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami mereka atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra putra suami mereka atau saudara-saudara laki-laki mereka atau putra-putra saudara perempuan mereka…” (QS. An-Nur: 31).
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang mukmin ”Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka.” Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun dan Maha Penyayang.” (QS. Al Ahzab : 59)
Dan hadist riwayat Abu Daud tentang teguran Rasulullah SAW kepada iparnya Asma binti Abu Bakar.
“Wahai Asma, sesungguhnya wanita itu apabila telah haidh, maka tidak boleh kelihatan daripadanya kecuali ini (muka) dan ini (telapak tangan).” Beliau mengatakannya sambil menunjuk muka dan telapak tangannya.
Pada dalil kedua, saya akan mencoba menjawabnya melalui logika agar lebih memuaskan pertanyaan yang timbul dari rasional kita.
Manusia dianugrahi oleh Allah SWT nafsu. Nafsu manusia memiliki watak dasar yang khas; Expansive (penasaran & meluas), Aggressive (rakus sulit terpuaskan), Progressive (terus meminta), dan Duplicative (tuntutan yang berlipat jika dipenuhi).
Dalam batas yang terjaga dan terkendali hawa nafsu berperan positif bagi reproduksi manusia. Munculnya perasaan memiliki, cinta, sayang, cemburu, dan saling tertarik, juga adalah bagian dari dorongan hawa nafsu ini. Namun dalam keadaan yang tidak terjaga dan dibentengi, pemuasan nafsu yang terus dituruti sebaliknya malah bisa merusak bagi umat manusia.
Apa hubungan jilbab dengan hawa nafsu ?
Allah SWT menciptakan wanita dengan pesona keindahan yang memikat. Kelembutan fisik dan perangai feminim wanita mudah mengundang godaan pria dan memancing hubungan terlarang diantara keduanya. Siapa yang berani mengatakan kalau setiap kekhasan lekuk tubuh wanita tidak mengundang desiran birahi pria? Meski hanya sekedar betis atau lingkar dada?
Itulah diantara alasan kenapa Islam mewajibkan Jilbab. Hijab mengatur jarak hubungan pria dan wanita agar hubungan terjalin sehat harmonis. Menghindari sexual interest liar dan mencegah kemungkinan saling digoda dan menggoda secara tidak sah. Disamping itu, penggunaan jilbab juga andil dalam mendidik suatu masyarakat atau bangsa dari kebiasaan mengumbar hawa nafsu.
Kegamangan dunia barat (Eropa & Amerika) sekarang sebaiknya patut menjadi pelajaran buat kita. Eksploitasi daya pikat wanita membuat mereka kini tengah menghadapi ancaman besar kehidupan bermasyarakat. Rangsangan dan pemuasan sex yang over dosis kelewat batas mengakibatkan kelezatan sex yang wajar dan manusiawi kurang lagi bermakna dimata mereka.
Buntutnya, mereka mencari sensasi kepuasan diluar kebiasaan normal. Tumbuh suburlah penyimpangan yang membuat mereka kian terjebak pada jurang ketagihan sex yang lebih dalam. Mulai dari sensasi berhubungan badan didepan publik, pelampiasan sex pada anak-anak (Pedophilia), hubungan sejenis (lesbian, homosexual) bahkan sampai kegilaan melakukan hubungan sex dengan binatang. Naudzubillahhi min dzalik!
Imbasnya, kini berbagai penyakit kelamin bermunculan mengancam nyawa, seperti: Gonorrhea, Syphilis, HIV, AIDS, Sex Maniac. Kejahatan sexual pun merebak; pemerkosaan, pelecehan sexual, mengintip dan aborsi marak dilakukan
Jangan heran, orang barat kini malas menikah dan memiliki keluarga. kemudahan mendapatkan kesenangan sex dijalanan dan ketidaksetiaan pasangan, membuat mereka lebih memilih hidup enjoy membujang sampai tua atau kumpul kebo daripada repot-repot bersuami istri. Pernikahan diibaratkan neraka, belenggu dan beban.
Memang bisa kita bandingkan. Satu kaum yang muda-mudinya biasa melakukan sex bebas gonta-ganti pasangan seperti di Barat, kemudian diikat oleh tanggung jawab pernikahan dengan satu pasangan. Jelas mereka tidak akan mau menikah, karena merasa kebebasan kesenangannya dibatasi.
Sementara dalam masyarakat Islami, dimana undang-undang dan akhlak dengan tegas melarang perzinahan dan sex bebas, justru pernikahan adalah satu-satunya jalan keluar legal halal menuju kebebasan menikmati kelezatan sex. Sungguh sangat berbeda, bukan?
Sangat disayangkan, ditengah kemajuan ilmu pengetahuan yang telah menghantarkan masyarakat barat pada kemewahannya sekarang, kini mereka menghadapi ancaman rusaknya ikatan sosial dan tatanan masyarakat akibat pemenuhan nafsu rendah yang berlebihan. Perlahan namun pasti mulai pudarlah pengertian-pengertian sosial yang selama ini berlaku baku ditengah masyarakat normal; Ayah-ibu, kakek-nenek, paman-bibi, anak, wali, ahli waris, menikah, silaturahmi (gathering), karena jarangnya orang menikah, maraknya perzinahan, serta lebih banyaknya anak terlahir diluar nikah. Istilah-istilah ini kini mulai dirasa asing, kurang dihiraukan, dan sering dihindari ditengah pergaulan mereka.
Itulah sebabnya orang barat kini cenderung kurang ramah dan dingin. Itu karena tidak mau privacy dan latar belakang pergaulannya diungkit. Siapa peduli kalau ia telah menggauli seratus atau seribu wanita dan menanam benih dirahimnya? Mana tahu setiap anak yang ditemuinya dijalan ternyata adalah darah dagingnya?
Apabila tidak diantisipasi, kepunahan satu generasi (Lost Generation) bangsa mereka nampaknya betul-betul menjadi kenyataan. Jangan heran upaya mendongkrak populasi dan mendorong pernikahan warganya di beberapa negara Uni Eropa gencar digalakkan pemerintahnya.
Jelaslah, tidak hanya dari kacamata keyakinan agama, dari pandangan rasional dan realita sosial saja ketelanjangan dan kebiasaan berpakaian minim, ketat, pamer tubuh, mengumbar syahwat betul-betul merusak bagi pribadi, bangsa, & negara.
Itulah pengertian tulisan diatas. Mengapa jilbab bisa menjaga kaum hawa dari gangguan. Islam berpandangan jauh kedepan dalam melindungi umat manusia dari kehancuran.
Namun jangan lupa, jangan kita lantas salah memahami. Berjilbab, tidak jaminan saleh dan lebih taqwanya seseorang. Jilbab adalah hukum luar yang tidak selalu menunjukkan jatidiri kebaikan hati dan kesalehan seseorang. Tidak ubahnya seragam polisi yang dipakai anggotanya dan tidak selalu menunjukkan keteladanan dan kecakapan perilakunya. Hanya saja dengan berjilbab, setidaknya seorang muslimah telah andil bertanggung jawab mencegah masyarakat dari kehancuran moral akibat pengaruh dari pamer tubuh. Disamping, sebagai kewajiban agama dan identitas.
Umat Islam Indonesia hendaklah merenungi ini. Ditengah rendahnya pendidikan masyarakat serta tumbuh suburnya masyarakat kelas OKB (Orang Kaya Baru) sok berkuasa yang rakus, kurang terdidik moral, jauh mengenal agama, dan seringkali salah kaprah memahami arti modern dan kemajuan, jelas dampak kerusakan yang ditimbulkan dari pengaruh tidak berjilbab, umbar nafsu dan ketelanjangan akan jauh lebih parah dari dunia Barat.
Apa yang terjadi di Papua hendaknya dijadikan pelajaran buat semua. Kemiskinan dan keterbelakangan ternyata tidak menghalangi mereka masuk peringkat tinggi penyebaran HIV dan AIDS di Indonesia. Padahal populasi penduduknya jauh lebih sedikit dibanding pulau lainnya. Itulah dampak dari Ketelanjangan. Nafsu, memang siapa yang bisa tahan? Tidak pandang miskin-kaya. Bersih-kotor. Pintar atau bodoh..
Disinilah peran serius kaum muslimah yang cerdas dan aktif ditengah masyarakat sangat dinantikan. Karena itu, ambil langkah: Ayo budayakan jilbab!

Dibuat dan diterbitkan oleh:
Rumah Busana Muslim HASAN HUSAIN
Griya Prima Asri - Baleendah